15 Video Game yang Dikembangkan Seorang Diri
Membuat suatu video game pastinya membutuhkan sejumlah biaya yang tidak sedikit dan dikerjakan oleh beberapa orang sekaligus, bahkan ratusan hingga ribuan karyawan untuk mewujudkan game besar atau skala AAA.
Walau demikian, semenjak dulu ternyata tidak sedikit orang yang bisa dibilang mampu menghadirkan suatu video game seorang diri. Tak jarang, game yang notabene jatuh dalam kategori indie buatan mereka ini berikan kualitas dan kedigdayaan yang mampu mengalahkan game-game buatan developer besar zaman now.
Maka dari itu, menarik agaknya melihat beberapa game-game yang dikerjakan seorang diri dan cukup sukses secara internasional. Dimana hal ini tentunya juga diharapkan dapat memberikanmu semangat dan inspirasi wahai calon-calon game developer nusantara.
Sebagai catatan, semua game pada list di bawah ini lahir dari ide, kreativitas dan pemrograman yang dilakukan kreatornya sendiri, namun beberapa di antaranya mungkin tetap menggunakan jasa outsourcing untuk visual, musik, pengisi suara, bahkan juga sudah ada yang mendapatkan pendanaan yang akhirnya digunakan untuk membentuk tim pengembang.
1. Spelunky — Derek Yu (2008)
Spelunky merupakan sebuah permainan dimana pemain akan berperan sebagai penjelajah goa untuk mengumpulkan harta karun sebanyak-banyaknya. Dalam prosesnya, harus menghindari berbagai jebakan hingga melawan mahluk-mahluk mematikan, namun pemain juga bisa menemukan atau bahkan membeli perabotan yang berguna selama berpetualang.
Derek Yu selaku pengembang menjelaskan bahwa Super Mario Bros menjadi game yang menginspirasi kehadiran Spelunky, namun juga menjurus pada dungeon crawler dan menyematkan beberapa elemen roguelike; level yang randomly generated, kesulitan tinggi yang dibarengi minimnya tempat untuk melakukan save.
2. Iconoclasts — Joakim Sandberg (2018)
Iconoclast merupakan game metroidvania dimana pemain akan berperan sebagai seorang mekanik bernama Robin yang selalu ingin membantu orang-orang. Terjebak dalam konflik politik dan religi akan sekte bernama One Concern yang menguasai berbagai aspek kehidupan, Robin bersama rekan-rekannya harus memberontak demi menyelamatkan keberlangsungan planet mereka tinggal.
Game besutan Joakim Sandberg ini diketahui telah dikembangkan setidaknya semenjak tahun 2010 dengan nama Ivory Springs, kemudian menjadi Iconoclasts pada tahun 2011 dan baru rilis di tahun 2018. Sang kreator juga menyatakan bahwa Iconoclast terinspirasi dari permainan seperti Metroid Fusion dan Monster World IV, namun diisi dengan karakter-karakter yang dapat memicu emosionalitas pemainnya seperti Final Fantasy IX.
3. Papers, Please — Lucas Pope (2013)
Sesuai judul gamenya, premis dari Papers, Please sendiri adalah pemain berperan sebagai petugas imigrasi di sebuah perbatasan untuk memeriksa dokumen orang-orang yang akan masuk ke negaramu. Kejelian dan kegesitan dalam memeriksa validitas dari berbagai dokumen tersebut akan diuji, namun semua keputusan kembali kepada pemain apakah mengijinkan atau menolak mereka masuk, dimana juga akan mempengaruhi keberlangsungan berbagai event yang terjadi di dalamnya.
Setelah meninggalkan Naughty Dog, Lucas Pope menceritakan bahwa ia pindah ke Jepang dan mengunjungi negara-negara Asia Tenggara. Dari berbagai perjalanannya tersebut, ia tertarik dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh petugas imigrasi dan menganggap bahwa menguji ketelitian dalam memeriksa dokumen berulang-ulang bisa menjadi sebuah video game menarik. Pada November 2012, ia mulai mengerjakan Papers, Please dan masuk Steam Greenlight pada April 2013, kemudian dirilis resmi pada 9 Agustus 2013.
4. Dust: An Elysian Tale — Dean Dodrill (2012)
Dust: An Elysian Tale mencoba hadirkan konsep game platformer dengan pertempuran hack and slash dengan animasi yang begitu mempesona, bercampur sedikit elemen RPG dan penjelajahan. Pemain akan berperan sebagai Dust, dimana suatu ketika ia menemukan pedang hidup dan penjaganya, kemudian ditugaskan untuk menghentikan kejahatan.
Dean Dodrill menceritakan bahwa awalnya ia ingin menjadikan Elysian Tale sebagai sebuah film, namun karena merasa lebih cocok menjadi video game, ia kemudian mencoba belajar membuat video game. Ia menjelaskan awalnya mengira pengerjaan gamenya akan memakan waktu tiga bulan, namun ternyata justru memakan waktu lebih dari tiga tahun. Dean juga mengaku bahwa ia menjadi kurus saat mengerjakan gamenya di dua bulan terakhir demi mengejar deadline.
5. Minecraft — Markus Persson (2009)
Menjadi salah satu game terpopuler saat ini, Minecraft menawarkan permainan survival di dalam dunia yang segalanya berbentuk balok. Namun tidak sedikit juga pemainnya yang menjadikan Minecraft sebagai taman bermain untuk menyalurkan kreativitas dalam membentuk bangunan-bangunan megah maupun ragam kesenian yang terdiri dari kumpulan balok-balok.
Walau kini dimiliki oleh Microsoft, Minecraft lahir dari tangan Markus Persson atau yang mungkin lebih dikenal sebagai Notch. Ia sempat menjelaskan bahwa game Minecraft sendiri terinspirasi dari game Infiniminer, dan beberapa fitur permainan yang hadir di dalamnya juga merupakan kontribusi ide dari komunitasnya.
6. Undertale — Toby Fox (2015)
Mungkin menjadi salah satu game indie terpopuler saat ini. Undertale menyajikan kisah seorang anak kecil manusia yang jatuh di ke dunia bawah tanah dan bertemu dengan ragam monster aneh, lucu, baik hati namun ada juga yang berbahaya. Menghadirkan sistem bertempur yang unik dimana pemain bisa memilih untuk menghajar atau mengasihani lawannya, dimana nantinya akan berdampak pada jalan cerita.
Toby Fox menceritakan bahwa Undertale sendiri terinspirasi dari game EarthBound, sehingga fans yang telah memainkan keduanya mungkin mendengar kemiripan dari ragam soundtrack yang disajikan. Sang kreator juga menyatakan bahwa ia mengerjakan keseluruhan gamenya sendirian dengan alasan agar ide-ide dan kreativitasnya tersebut tidak dipengaruhi orang lain.
7. HighFleet — Konstantin Koshutin (2021)
Memimpin armada angkasa dalam mengemban misi mengembalikan perdamaian dunia menjadi premis utama yang ditawarkan dalam HighFleet. Game ini miliki dua fokus permainan di sisi strategi; mengendalikan dan menentukan laju armada sambil sebisa mungkin menghindari deteksi pasukan pemberontak, serta aksi; bertempur di udara ala dogfight pesawat.
Belum banyak hal yang diketahui tentang Konstantin Koshutin, selain game HighFleet sendiri yang bisa dibilang penerus dari Hammerfight yang juga ia buat dan rilis pada 2009 silam. Walau demikian, game ini rilis di bawah naungan MicroProse yang nampaknya juga ambil andil dalam desain visual.
8. Retro City Rampage — Brian Provinciano (2012)
Retro City Rampage tentunya tidak asing bagi kamu yang pernah memainkan game Grand Theft Auto pertama dan kedua yang menggunakan kamera top-down. Berlatarkan setting ala tahun 80an, pemain menemukan telepon umum yang justru membuat sang protagonis terlempar ke masa depan. Ingin kembali ke masa lalu, sang protagonis harus memperbaiki dan berusaha menjauhkannya dari tangan oknum jahat yang juga ingin menguasai mesin waktu tersebut.
Walau memang gameplay sendiri lebih condong ke GTA pertama dan kedua, Brian Provinciano mengaku bahwa GTA 3 lah yang menjadi inspirasi utamanya. Ingin menghadirkan game GTA sendiri, awalnya game ini direncanakan rilis untuk NES karena segala keterbasannya yang memungkinkan untuk dikembangkan seorang diri. Namun karena sibuk dengan pengembangan game lain, Retro City Rampage baru dirilis pada 2012, kemudian versi enhanced pada 2014.
9. Stardew Valley — Eric Barone (2016)
Penggemar game Harvest Moon klasik tentunya tidak asing dengan Stardew Valley. Memiliki premis yang serupa, dimana pemain diwariskan perkebunan di sebuah desa untuk dihidupkan kembali. Tak hanya mengurus perkebunan dan berinteraksi dengan warga desa, hadir juga elemen RPG dimana pemain dapat membasmi monster yang dapat pemain temukan di goa.
Stardew Valley sendiri awalnya dibuat agar Eric Barone memiliki portofolio untuk melamar pekerjaan di industri video game. Ia memilih membuat game yang serupa dengan Harvest Moon sebagai game yang ia gemari, namun juga karena merasa serial Harvest Moon terus memburuk setelah Back to Nature. Mengambil inspirasi dari game-game seperti Minecraft dan Terraria, Eric berambisi mengembangkan Stardew Valley untuk memperbaiki hal-hal yang ia rasa kurang dari Harvest Moon.
10. Bright Memory — Zeng Xiancheng (2020)
Menggabungkan elemen FPS dengan aksi berpedang dan kekuatan supranatural, hal tersebut menjadi hal utama yang ditawarkan dalam Bright Memory. Pemain akan berperan sebagai agen rahasia bernama Sheila untuk menghentikan kampanye sebuah organisasi militer dalam mencari artefak legendaris yang bisa membangkitkan mayat.
Sempat menjadi kontroversial karena Zeng Xiancheng mengaku bahwa ia menggunakan beberapa aset permainan tanpa membeli lisensi untuk menggunakannya secara komersil, dan berjanji akan membelinya dengan pendanaan yang terkumpul. Walau demikian, fans nampaknya terkesima dengan segala hal yang ditawarkan didalam game yang hanya berdurasi sekitar satu jam tersebut. Namun, Zeng Xiancheng memutuskan untuk membuat ulang gamenya menjadi satu game yang utuh dalam Bright Memory: Infinite.
11. RollerCoaster Tycoon — Chris Sawyer (1999)
Menyalurkan kreativitas dalam membuat dan mengembangkan taman bermain tentunya menjadi premis utama yang ditawarkan dalam RollerCoaster Tycoon. Walau mungkin kepopuleran franchise-nya sendiri semakin memudar, fans agaknya lebih memilih memainkan RollerCoaster Tycoon Classic untuk bernostalgia ketimbang seri terakhirnya yang dinilai begitu buruk.
Chris Sawyer bercerita bahwa saat ingin mengembangkan kelanjutan Transport Tycoon, ia berkeliling Eropa dan Amerika Serikat untuk mencari referensi. Dalam prosesnya, ia mengunjungi berbagai taman bermain dan jatuh cinta pada atraksi roller coaster, kemudian memutuskan untuk membuat RollerCoaster Tycoon sebagai spin-off (red).
12. Banished — Luke Hodorowics (2014)
Banished merupakan sebuah game membangun kota, atau tepatnya desa, dengan sekumpulan orang yang baru saja diasingkan dari suatu tempat. Bermodalkan perlengkapan seadanya, pemain harus memanfaatkan alam sekitar untuk membangun desa sendiri. Salah satu hal yang menjadi tantangan dalam game ini adalah pemain harus benar-benar mengelola dengan baik para SDA maupun SDM demi keberlangsungan desa.
Luke Hodorowics selaku kreator menjelaskan bahwa serial game membangun kota dari Ubisoft — Anno menjadi inspirasi baginya untuk menciptakan Banished namun dengan fokus yang lebih mendalam dimana tiap-tiap warganya memiliki peranan penting demi kesejahteraan desa. Ia juga mengaku bahwa setidaknya menghabiskan tujuh bulan pengembangan dan masuk lebih dulu ke Early Access sebelum rilis pada Februari 2014.
13. Flappy Bird — Dong Nguyen (2013)
Siapa tak kenal dengan game simpel yang dilaporkan sukses membuat begitu banyak smartphone menjadi korban. Dalam game ini pemain hanya perlu mengendalikan burung dengan melakukan tap di layar agar ia terbang sesaat sambil mencoba melewati rintangan-rintangan pipa yang menghalang.
Sukses populer secara mendunia ternyata menjadi mimpi buruk bagi Dong Nguyen. Alih-alih mendapatkan uang berlimpah, ia justru menerima banyak ancaman pembunuhan dari para pemain yang kesal dengan permainanya. Sang kreator memutuskan untuk menarik kembali permainannya dari App Store maupun Play Store. Walau demikian, telah bermunculan tiruan serupa namun tak sukses merambah kepopuleran seperti game aslinya.
14. Lost Soul Aside — Yang Bing (2022)
Berbicara game yang dibuat seorang diri tentu kita mengekspektasikan suatu permainan yang lebih fokus pada gameplay ketimbang visualnya. Namun tidak untuk Lost Soul Aside, game hack and slash yang terinspirasi dari Final Fantasy XV ini memiliki grafis yang juga memukau selain gameplay-nya.
Game yang awalnya dikembangkan seorang diri oleh Yang Bing ini pertama kali diumumkan pada tahun 2016. Lima tahun berlalu tanpa kabar pasti, belakangan diketahui bahwa Yang Bing mendapatkan pendanaan lewat China Hero Program dari Sony, dimana turut membuka studio berisikan sekitar 30 orang untuk merealisasikan gamenya tersebut.
15. Phasmophobia — Daniel “Dknighter” (2020)
Menjadi sebuah game yang tengah populer dimainkan di kalangan streamer selama beberapa bulan belakangan ini. Phasmophobia memiliki premis permainan yang bisa dibilang terinspirasi dari acara-acara berburu hantu; menggunakan berbagai teknologi untuk merekam eksistensi dari sang hantu yang bersemayan di suatu tempat.
DKnighter awalnya tak menyangka bahwa gamenya bisa sepopuler sekarang ini. Ingin terus mengembangkan gamenya lebih jauh, sang kreator akhirnya merekrut dua orang tambahan dan memperpanjang masa Early Access gamenya agar ia bisa mengembangkan Phasmophobia menjadi game horor yang sesuai dengan visi dan misinya.
Nah, apakah kamu sudah pernah mencoba game-game di atas, terutama yang sudah rilis? Atau kamu tahu game lain menarik lainnya yang juga dikembangkan seorang diri? Yuk, langsung aja share pendapatmu di kolom komentar!
Baca juga informasi menarik lain atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto. For further information and other inquiries.